BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator
penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu prioritas
utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Propenas
serta strategi Making Pregnancy Safer (MPS) atau kehamilan yang aman sebagai
kelanjutan dari program Safe Motherhood dengan tujuan untuk mempercepat penurunan
kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir (MDG’s, 2010), dalam pernyataan
yang diterbitkan di situs resmi WHO dijelaskan bahwa untuk mencapai target
Millennium Development Goal’s, penurunan angka kematian ibu dari tahun 1990
sampai dengan 2015 haruslah mencapai 5,5 persen pertahun (antaranews, 2007).
Perdarahan bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu,
salah satu penyebab kematian ibu sebagian besar kasus perdarahan dalam masa
nifas yang terjadi karena retensio plasenta, sehingga perlu dilakukan upaya
penanganan yang baik dan benar yang dapat diwujudkan dengan upaya peningkatan
ketrampilan tenaga kesehatan khususnya dalam pertolongan persalinan,
peningkatan manajemen Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Dasar dan
Pelayanan Obstetric Neonatal Emergensi Komprehensif, ketersediaan dan
keterjangkauan fasilitas kesehatan yang merupakan prioritas dalam pembangunan
sektor kesehatan guna pencapaian target MDG’s tersebut.
Rentensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan, perdarahan
merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di
Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca
persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%. Menurut WHO dilaporkan bahwa 15-20%
kematian ibu karena retensio plasenta dan insidennya adalah 0,8-1,2% untuk
setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko-resiko lain dari ibu bersalin,
perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah satu penyebabnya dapat
mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang hebat akan cepat meninggal
jika tidak mendapat perawatan medis yang tepat (PATH, 2002).
Data WHO menunjukkan sebanyak 99 persen kematian ibu akibat
masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio
kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450
kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio
kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran (WHO, 2010).
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih relatif lebih tinggi
jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN. Berdasarkan data WHO
untuk tahun 2010 Rasio kematian ibu (MMR) selama kehamilan dan melahirkan atau
dalam 42 hari setelah melahirkan, per 100.000 kelahiran hidup untuk negara
Indonesia sebesar berkisar antara 140-380/100.000 kelahiran hidup sedangkan
untuk sesama negara ASEAN seperti Thailand berkisar antara 32-36/100.000
Kelahiran Hidup dan Malaysia 14-68/100.000 kelahiran hidup. Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI di Indonesia untuk
periode lima tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar 228 per 100.000 kelahiran
hidup (Depkes RI, 2009).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan
maternitas retensio plasenta
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara
langsung pada maternitas retensio plasenta.
b. Dapat merumuskan masalah dan membuat
diagnosa keperawatan maternitas retensio plasenta.
c. Dapat membuat perencanaan pada
maternitas retensio plasenta.
d. Mampu melaksanakan tindakan
keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan pada
maternitas retensio plasenta.
C. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari retensio plasenta
2. Apa
etiologi dari retensio plasenta
3. Bagaimana
patofiologi dari retensio plasenta
4. Apa
saja gejala klinis dari retensio plasenta
5. Apa
saja komplikasi dari retensio plasenta
6. Bagaimana
penatalaksanaan pada pasien retensio plasenta
7. Bagaimana
asuhan keperawatan pada retensio plasenta
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.
Definisi
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahriran plasenta selama setengah
jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta
(habitual retensio plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi sebagai benda mati, dapat terjadi
plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas
korio karsioma. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus)
tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini
dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah
perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
(Prawiraharjo, 2005).
Retensio Placenta adalah tertahannya
atau keadaan dimana placenta belum lahir dalam waktu satu jam setelah bayi
lahir. Pada proses persalinan, kelahiran placenta kadang mengalami
hambatan yang dapat berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi keterlambatan
bisa timbul perdarahan yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu pada
masa post partum. Apabila sebagian placenta lepas sebagian lagi belum, terjadi
perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik
pada batas antara dua bagian itu.Selanjutnya apabila sebagian besar placenta
sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat
timbul perdarahan masa nifas.
Retensio
plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam.
Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian
plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan
segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan
ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta,
plasenta perkreta. (Manuaba, 2006)
Jika plasenta tidak keluar, berikan
oksitosin 10 unit melalui IM jika plasenta laksanaan aktif kala tiga belum
selesai dilakukan.Jangan memberikan ergometrin pada retensio plasenta karena
ergometrin menyebabkan kontraksi uterus kuat sehingga memperlambatkan
pengeluaran plasenta.Pastikan kandung kemih tetap kosong.Pasang kateter urine,
jika perlu.Jika plasenta belum lahir setelah 30 menit stimulasi oksitosin dan
tarikan tali pusat terkontrol, upayakan pengeluaran plasenta secara manual.
(hlm 312).
Catatan : jaringan yang sangat
melekat mungkin merupakan plasenta akreta. Upaya pengeluaran plasenta yang
tidak terlepasdapat menyebabkan perdarahan berat atau perforasi uterus yang
biasnya memerlukan histerektomi.
2.
Etiologi
Penyebab terjadinya Retensio
Placenta adalah :
a.
Placenta belum lepas dari dinding uterus
Placenta yang belum lepas dari
dinding uterus.Hal ini dapat terjadi karena (a) kontraksi uterus kurang kuat
untuk melepaskan placenta, dan
(b) placenta yang tumbuh melekat
erat lebih dalam.Pada keadaan ini tidak terjadi perdarahan dan merupakan
indikasi untuk mengeluarkannya.
b.
Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Keadaan ini
dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak
dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat
disebabkan karena
(a) penanganan kala III yang keliru/salah dan
(b) terjadinya kontraksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata).
Menurut
Manuaba (2006) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
a.
Grandemultipara dengan implantasi plasenta adhesive,
plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta.
b.
Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
3.
Klasifikasi Retensio Plasenta
Menurut tingkat perlekatannya,
retensio placenta dibedakan atas beberapa tingkatan yaitu sebagai berikut :
a.
Placenta Adhesiva; placenta melekat pada desidua endometrium
lebih dalam
b.
Placenta Inkreta; placenta melekat sampai pada villi
khorialis dan tumbuh lebih dalam menembus desidua sampai miometrium.
c.
Placenta Akreta; placenta menembus lebih dalam kedalam
miometrium tetapi belum mencapai lapisan serosa.
d.
Placenta Perkreta; placenta telah menembus mencapai serosa
atau peritonium dinding rahim.
e.
Placenta Inkarserata; adalah tertahannya di dalam kavum
uteri karena kontraksi ostium uteri.
4.
Patofisiologi
Dalam keadaan normal, desidua
basalis terletak diantara miometrium dan plasenta Lempeng pembelahan bagi
pemisahan plasenta berada dalam lapisan desidua basalis yang mirip spons.Pada
plasenta acreta, desidua basilis tidak ada sebagian atau seluruhnya, sehingga
plasenta melekat langsung pada miometrium, villi tersebut bisa tetap
supervisiails pada otot uterus atau dapat menembus lebih dalam.Keadaan ini
bukan terjadi karena sifat invasif trofoblast yang abnormal, melainkan karena
adanya efek pada desisdua.
5.
Factor predisposisi
Beberapa
predisposisi terjadinya retensio plasenta adalah :
a.
Grandemultipara
b. Kehamilan Ganda, sehingga memerlukan
implantasi plasenta yang agak luas.
c.
Kasus
inferilitas, karena lapisan endometriumnya tipis
d. Plasenta previa, karena di bagian
istmus uterus, pembuluh darah sedikit, sehingga perlu masuk jauh kedalam.
e.
Bekas
operasi pada uterus.
6.
Gejala Klinis
Gejala yang selalu ada adalah plasenta belum lahir dalam 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul
yaitu tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan,
perdarahan lanjutan. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta), gejala yang selalu
ada yaitu plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak
lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus
berkontraksi baik tetapi tetapi tinggi fundus tidak berkurang..
7.
Komplikasi
a. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio
plasenta yang terdapat sedikit pelepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi
bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.
b. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal
didalam rahim meingkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan pot d’entre dari
tempat perlekatan plasenta.
c. Terjadi
polip plasenta sebagai masa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis.
d. Terjadi
degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
e.
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang
semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-dikariotik) dan
akhirnya menjadi karsinoma invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel
ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa
perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian
perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan
kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan pre kanker,
yang bisa berubah menjadi kanker.
f. Sepsis adalah keadaan
menyebarnya mikroorganisme pathogen atau toksinnya kedalam darah atau jaringan.
g. Multiple organ failure yang
berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perjusi organ.
8.
Pemeriksaan diagnostik
a.
Hitung darah lengkap :
Untuk
menentukan tingkat hemoglogin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya
trombositopenia, serta jumlah leukosit.Pada keadaan yang disertai dengan
infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b.
Menentukan adanya gangguan koagulasi :
Menentukan adanya gangguan koagulasi
dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Time (CT) atau
Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan
oleh faktor lain.
9.
Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta atau
sebagian plasenta adalah:
a. Resusitasi.
Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter
besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan
ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drip
oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl
0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta
coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips
oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d. Jika
plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual
plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc,
retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang
sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e. Jika
tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan
tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran
sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah
sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
f. Setelah
selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian
antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.
h. Lakukan
tranfusi darah jika hasil pemeriksaan Hb kurang dari 8 gr/dL.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
TEORITIS
A.
PENGKAJIAN
Beberapa
hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio
placenta adalah sebagai berikut :
a.
Identitas klien
1.
Nama/Nama panggilan :
2. Tempat tgl lahir/usia :
3.
Jenis kelamin :
4.
A g a m a :
5.
Pendidikan :
6. Alamat :
7. Tgl masuk :
8. Tgl pengkajian :
9. Diagnosa medik :
b.
Keluhan utama
Klien yang datang ke RS sakit biasanya mengalami perdarahan
dan plasenta belum lahir.
c.
Riwayat kesehatan masa lalu
untuk mengetahui apakah pasien pernah
mengalami masalah seperti jantung, ginjal, asma, TBC, hipertensi, DM, epilepsi,
PMS dan mengalami operasi pada uterus atau tidak.
d. Riwayat penyakit keluarga
Untuk
mengetahui apakah keluarga ada yang
mengalami penyakit seperti, jantung, ginjal, asma, TBC, hipertensi, DM, epilepsi
dan PMS atau tidak.
e.
Riwayat obstetric
menanyakan
tentang kehamilan yang lalu, persalinan yang lalu dan nifas yang lalu normal
atau tidak.
f.
Riwayat kegiatan sehari-hari :
1)
Sirkulasi
:
-
Perubahan
tekanan darah dan nadi (mungkintidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)
-
Pelambatan
pengisian kapiler
-
Pucat,
kulit dingin/lembab
-
Perdarahan
vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
-
Dapat
mengalami perdarahan vagina berlebihan
-
Haemoragi
berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
2) Eliminasi :
-
Kesulitan
berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3) Nyeri/Ketidaknyamanan :
-
Sensasi
nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta
tertahan) dan nyeri uterus lateral.
4) Keamanan :
-
Laserasi
jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan
uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia
mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari
episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan pada
serviks.
5) Seksualitas :
-
Uterus
kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen
placenta yang tertahan)
-
Kehamilan
baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion,
makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Tanda-tanda vital:
·
Tekanan darah: meurun
·
Nadi :meningkat
·
Pernafasan : meningkat
·
Suhu : menurun
pemeriksaan
obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).q
Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%).
Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%).
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No
|
Tanggal Ditemukan
|
Tanggal Teratasi
|
Diagnose Keperawatan
|
1
|
|
|
Defist volume cairan tubuh
berhubungan dengan kehilangan darah melalui vaskuler yang berlebihan.
|
2
|
|
|
Nyeri berhubungan dengan trauma
atau distensi jaringan.
|
3
|
|
|
Gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan hipovalemia.
|
4
|
|
|
Cemas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan.
|
5
|
|
|
Resiko infeksi berhubungan dengan
trauma jaringan,
|
D.
INTERVENSI KEPERAWATAN
No
|
Diagnose keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
1
|
Deficit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan
darah melalui vaskuler yang berlebihan
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan defisit volume cairan teratasi dengan
Kriteria
Hasil:
·
TTV dalam batas normal
·
Tidak ada tanda dehidrasi
·
Hb normal
|
NIC :
·
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
·
Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik ), jika diperlukan
·
Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin, albumin, total protein )
·
Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
·
Kolaborasi pemberian cairan IV
·
Monitor status nutrisi
·
Berikan cairan oral
·
Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
·
Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
·
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
·
Atur kemungkinan tranfusi
·
Persiapan untuk tranfusi
·
Pasang kateter jika perlu
·
Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
|
2
|
Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan
·
NOC :
kriteria Hasil:
·
nyeri terkontrol
·
nyeri berkurang ataupun hilang
·
TTV normal
·
Skala nyeri 0-2
|
NIC :
§ Lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
§ Observasi
reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
§
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
§
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
§ Kurangi
faktor presipitasi nyeri
§
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
§
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
§
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
§ Tingkatkan
istirahat
§ Berikan
informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor
vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
|
3
|
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia
|
|
NIC :
·
Monitor
output gaster
|
4
|
Cemas berhubungan dengan perubahan status kkesehatan
|
Setelah dilakukan asuhan selama 3x24 jam klien mampu
NOC :
-
Kontrol kecemasan
-
Koping
Kriteria Hasil:
·
Mampu mengidentifikasi cemas
·
Cemas berkurang
·
Ekspresi tenang
|
NIC
:
Anxiety
Reduction (penurunan kecemasan)
·
Gunakan pendekatan yang menenangkan
·
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
·
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
·
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
·
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
·
Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
·
Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
·
Dengarkan dengan penuh perhatian
·
Identifikasi tingkat kecemasan
·
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
·
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
·
Kelola pemberian obat anti cemas:........
|
5
|
Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x4 jam
diharapkan tanda-tanda infeksi tidak ada
NOC :
·
Immune Status
·
Knowledge : Infection
control
·
Risk control
Kriteria Hasil:
·
Tanda-tanda infeksi tidak ada
·
Jumlah leukosit dalam jumlah normal
·
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
|
NIC :
· Pertahankan teknik aseptif
· Batasi pengunjung bila perlu
· Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
· Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
· Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
· Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
· Tingkatkan intake nutrisi
·
Berikan terapi antibiotik:.................................
·
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
·
Pertahankan teknik isolasi k/p
·
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
·
Monitor adanya luka
·
Dorong masukan cairan
·
Dorong istirahat
·
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
·
Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
|
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dalam penanganan retensio plasenta seorang
bidan harus memiliki keterampilan dan harus bsa mendeteksi secara dini serta
mengetahui tanda-tanda komplikasi terjadinya retensio plasenta. Retensio
plasenta jika tidak ditangani dengan sebaik-baiknya akan menyebabkan kematian
pada ibu. Retensio plasenta adalah tidak lahirnya plasenta lebih dari 30
menit dan hal ni diakibatkan tertinggalnya sisa plasenta di tempat
penanaman plasenta. Bisan bisa mencegah dengan melakukan upaya
promisi dengan penerimaan keluarga berencana sehingga memperkecil
retensio plasenta, meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan dengan tenaga
kesehatan yang terlatih, pada pertolongan persalinan kala III tidak
diperkenankan untuk melakukan masase dengan tujuan mempercepat proses
persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi
otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta.
2.Saran
Makalah ini ungkin msih luput dari kesalahan
dan banyak kekurangan yang dituliskan oleh penulis
maka dari itu penulis mohon kiritik dan sarannya.